Syariat, Thariqat, dan Hakikat
https://menujugaib.blogspot.com/2014/05/syariat-thariqat-dan-hakikat.html
JALAN MENUJU ALLAH, KONSEP TASAWUF
5. Syariat, Thariqat, dan
Hakikat
Penulis menangkap ada suatu
kesan bahwa bila orang sudah pada tingkat hakikat maka tidak perlu lagi dia
mempedulikan syari'at. Lebih jauh lagi bahkan ada yang mempertentangkan syariat
dengan hakikat, syari'at menyalahkan hakikat dan hakikat meremehkan syari'at.
Pandangan ini penulis kira tidaklah benar.
Dalam Tasawwuf, hubungan
antara syari'at, thariqat, dan hakikat itu sangat erat, satu kesatuan yang bisa
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan apalgi dipertentangkan. Thariqat atau
jalan menuju Allah itu meliputi pekerjaan dzahir dan bathin. Pekerjaan dzahir
disebut syari'at dan pekerjaan bathin disebut hakikat. Syari'at itu
mempersembahkan ibadat kepada Tuhan dan hakikat itu memperoleh musyahadah dari
padaNya.
Syari'at terikat dengan
hakikat, dan sebaliknya hakikat terikat dengan Syari'at. Tiap-tiap pekerjaan
syari'at yang tidak dikuatkan dengan hakikat tidak diterima dan tiap-tiap
hakikat yang tidak dibuktikan dengan syari'at pun tidak diterima pula. Imam
Al-Ghazali berkata: "Barang siapa mengambil syari'at saja tetapi tidak mau
tahu tentang Hakikat, orang itu fasik. Barang siapa mengambil hakikat saja
tetapi tidak melakukan syari'at maka dia itu adalah kafir zindiq. Sedangkan
yang melakukan syari'at dan mengamalkan tasawwuf, inilah orang yang dinamakan
ahli hakikat yang sesungguhnya." Riyadhah dan latihan-latihan tharikat
tidak akan berfaedah dan tidak akan mendekatkan dirimu kepada Allah SWT selama
perbuatanmu tidak sesuai dengan syari'at dan sejalan dengan Sunnah Rasul.
Hubungan
syari'at-thariqat-hakikat bisa dianggap analog dengan islam-iman-ikhsan.
Apabila Seorang hamba Allah hanya sibuk dengan ibadah secara dzahir maka ia
berada dalam maqam islam atau maqam syari'at. Apabila amal ibadah itu disertai
dengan hati yang bersih dan ikhlas serta bebas dari kejahatan maka orang itu
berada pada maqam iman atau maqam tharikat. Apabila manusia itu beribadat
semata karena Allah, seakan-akan ia melihat Allah dan ia yakin Allah melihatnya
maka hamba Allah itu berada dalam maqam ikhsan atau maqam hakikat.